LEARNING JOURNAL Nilai Nilai Dasar ASN (Anti Korupsi)
LEARNING JOURNAL
Program
Pelatihan : Pelatihan
Dasar CPNS
Angkatan/
Kelas :
XXXVII / Kelompok IV
Nama
Agenda :
Nilai Nilai Dasar ASN (Anti Korupsi)
Nama
Peserta :
Atika Nurul Fathiyah, S.Pd
No.
Daftar Hadir :
34
Lembaga
Penyelenggara Pelatihan : PPSDM Kemendagri Regional Bandung
A.
Pokok Pikiran
Corruptio atau Corruptus berasal dari bahasa
latin yang berarti kerusakan, kebobrokan, dan kebusukan, perbuatan yang tidak
baik, curang, dapat disuap dan tidak bermoral. Secara harfiah korupsi berarti
kebusukan, keburukan, kebejatan, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan
dari kesucian, kata-kata/ucapan menghina dan memfitnah. Menurut UU no. 31 tahun
1999 yang diperbaharui menjadi UU no. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 2 ayat (1), korupsi adalah perbuatan untuk
memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau
perekonomian negara.
Semboyankanlah bahwa korupsi adalah kejahatan
dan korupsi dapat terjadi manakala bertemunya unsur-unsur: Niat untuk melakukan
(desire to act); Kemampuan untuk melakukan (ability to act); Peluang /
kesempatan (opportunity); dan Target
yang cocok (suitable target).
Sedangkan 3 tingkatan korupsi adalah Betrayal
of trust (pengkhianatan kepercayaan); Abuse of power (penyalahgunaan
kekuasaan); dan Material Benefit (mendapatkan keuntungan material yang bukan
haknya melalui kekuasaan).
Ada 7 jenis korupsi menurut Syed Husein
Alatas, yakni:
1. Transaktif
(kesepakatan ke-2 belah pihak);
2. Ekstroaktif
(adanya suatu tekanan (koersi) guna mencegah kerugian yang mengancam diri,
kepentingan;
3. Investif
(melibatkan suatu penawaran barang/jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan
keuntungan bagi pemberi;
4. Nepotistik
(perlakukan khusus pada teman);
5. Autogenik
(kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengetahuan dan pemahamannya atas
sesuatu yang hanya diketahui dia sendiri);
6. Suportif
(penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak
korupsi);
7. dan
Defensif (terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan).
Terdapat
30 delik tindak pidana korupsi menurut UU no. 31/1999 jo no. 20/2001 yang
kemudian dikelompokkan menjadi 7 antara lain: (1) Kerugian Keuangan Negara; (2)
Suap-Menyuap; (3) Pemerasan; (4) Perbuatan Curang; (5) Penggelapan dalam
Jabatan; (6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan; dan (7) Grafitikasi.
Nilai Dasar Anti Korupsi yang harus
diinternalisasi, diimplementasikdan dan diaktualisasikan: Jujur; Peduli;
Mandiri; Disiplin; Tanggung Jawab; Kerja Keras; Sederhana; Berani; dan Adil.
Tiga proses sosial yang berperan dalam proses perubahan sikap dan
perilaku: Kesediaan (compliance); identifikasi (identification); dan
internalisasi (internalization) integritas sebagai suatu proses sosial yang
ditujukan untuk mengatasi korupsi.
Anti Korupsi dan
berusaha membangun integritas
diri, keluarga, organisasi
masyarakat dan bangsa semakin menguat
dan berubah menjadi energi yang selalu menyemangati dan
membuat komitmen untuk bergerak memberantas korupsi. Semoga kita dapat
memastikan adanya kesadaran anti korupsi hingga muncul niat memberantas atau
anti korupsi, baru kemudian mempelajari secara detail tentang delik dan
modus korupsi. Pada akhirnya semuga kita
dapat membentuk perilaku yang amanah dan jujur serta berperan dalam pencegahan
korupsi dilingkungannya.
Kata kunci untuk menjauhkan diri dari korupsi
adalah internalisasi integritas pada diri sendiri dan hidup atau bekerja dalam
lingkungan yang menjalankan sistem integritas dengan baik.
Identifikasi nilai dasar anti korupsi
memberikan nilai-nilai dasar anti korupsi yang prioritas dan memiliki
signifikan yang tinggi bagi Anda, dengan jumlah nilai yang semakin sedikit maka
proses internalisasinya lebih mudah karena Anda dapat memfokuskan sumberdaya
waktu dan energi yang Anda dimiliki. Penyelarasan nilai anti korupsi dengan
nilai-nilai organisasi merupakan kontribusi Anda untuk dapat mengetahui “apakah
nilai-nilai organisasi yang akan menjadi tempat Anda bekerja, telah selaras dan
menampung secara maksimal nilai-nilai dasar anti korupsi?”. Keselarasan
tersebut akan mengurangi dilema etik dan menjadi payung bagi kontribusi Anda
dalam membangun sistem integritas.
Penanaman nilai integritas dapat dilakukan
dengan pendekatan beragam cara, diantaranya melalui : 1) Kesediaan, 2)
Identifikasi dan 3) Internalisasi. Tingkat permanensi penanaman ataupun
perubahan sikap dan perilaku melalui pendekatan internalisasi akan lebih permanen
dibandingkan dengan identifikasi dan kesediaan.Nilai, keyakinan, kebiasaan, dan
konsep diri manusia terdapat pada area bawah sadar. Untuk melakukan penanaman
atau perubahan nilai, keyakinan, kebiasaan dan konsep diri, perlu dilakukan
dengan pendekatan atau teknik khusus yang cocok untuk bawah sadar.Teknik-teknik
khusus untuk bawah sadar dapat dilakukan apabila kemampuan Anchoring,
Utilisasi, Rileksasi, Amplifiying, Modality, Asosiasi dan Sugesti dikuasai
dengan baik, kemampuan tersebut disingkat menjadi AURA MAS.
Tunas Integritas adalah individu yang
terpilih untuk memastikan lebih banyak lagi personil organisasi yang memiliki
integritas tinggi serta berkiprah nyata dalam membangun sistem integritas di
organisasinya. Beragam jenis dan bentuk sistem integritas untuk menjaga suatu
organisasi mencapai tujuannya secara berintegritas, diantaranya : 1) Kebijakan
perekrutan dan promosi, 2) Pengukuran Kinerja, 3) Sistem dan Kebijakan Pengembangan
SDM, 4) Pengadaan Barang dan Jasa, 5) Kode Etik dan Pedoman Perilaku, 6)
Laporan Harta Kekayaan Penyelengara Negara, 7) Program Pengendalian Gratifikasi,
8) dan lain-lain.
Menanamkan integritas dan membangun sistem
integritas merupakan suatu kerja yang simultan sampai terbentuk budaya
integritas di organisasi. Dalam upaya sistem mampu memastikan organisasi mencapai
tujuannya dan menjaga individu dalam organisasi, maka kematangan pelaksanaan
programnya dilaksanakan secara optimal lewat tahapan :1) Not Performance (belum
ada kinerja), 2) Adhoc, (sementara, reaktif , mendadak) 3) Planned (terencana
dan teroganisasi dengan baik) 4) Institutionalized (menyatu dengan sistem
organisasi 5) Evaluated (telah dapat dievaluasi) 6) Optimized (dapat di optimalkan).
Profil
Tokoh
Prof. Emil Salim, M.A., Ph.D. (lahir 8 Juni
1930) adalah seorang ahli ekonomi, cendekiawan, pengajar, dan politisi
Indonesia. Emil juga merupakan salah seorang di antara sedikit tokoh Indonesia
yang berperan internasional. Ia adalah tokoh lingkungan hidup internasional
yang pernah menerima The Leader for the Living Planet Award dari World Wide
Fund (WWF), suatu lembaga konservasi mandiri terbesar dan sangat berpengalaman
di dunia. Ia juga penerima anugerah Blue Planet Prize pada tahun 2006 dari The
Asahi Glass Foundation.
Emil Salim merupakan salah seorang putra
bangsa yang paling lama mengabdi dengan menjadi menteri dan beberapa jabatan lainnya.
Ia menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 10 April 2007 dan
pada 25 Januari 2010 dilantik kembali untuk periode kedua sekaligus menjadi
ketuanya. Sebelumnya ia beberapa kali menjabat sebagai menteri, antara lain
Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara merangkap Wakil
Kepala Bappenas (1971-1973), Menteri Perhubungan (Kabinet Pembangunan II
1973-1978), Menteri Negara Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (Kabinet
Pembangunan III 1978-1983) dan Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (Kabinet Pembangunan IV dan Kabinet Pembangunan V 1983-1993).
Emil Salim adalah tokoh paling senior yang menjabat di pemerintahan dan
merupakan sedikit di antara tokoh tiga zaman yang masih aktif berkarier hingga
saat ini.
Sekalipun dia pernah menjabat sebagai menteri sebanyak tiga, namun gaya hidupnya tidak pernah berfoya-foya. Banyak orang yang memujinya karena gaya hidup yang dijalani Emil Salim begitu sederhana. Bahkan untuk tempat tinggal saat menjabat sebagai menteri, dia lebih memilih untuk tinggal di rumah dinas dan tidak memiliki rumah lainnya. Barulah setelah dia tidak lagi menjabat sebagai menteri, Emil Salim memutuskan untuk membeli rumah baru untuk dirinya dan istrinya. Nama Emil salim juga ditulis R. Toto Sugiarto sebagai tokoh anti korupsi di Indonesia dalam bukunya “Organisasi Anti Korupsi Dunia dan tokoh-tokoh Anti Korupsi”.
B.
Penerapan
Penerapan Nilai Anti Korupsi dapat terlihat
dari keteladanan para guru untuk bersikap jujur, peduli, mandiri, displin,
tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil kepada mahasiswa. Guru
dapat memberi contoh cara berpakaian yang baik dan berpenampilan sederhana.
Selain itu disiplin dan konsisten dalam hal pemenuhan jam kehadiran dalam pembelajaran,
menghilangkan budaya diberi bingkisan atau hadiah oleh siswa karena hal tersebut merupakan cikal bakal
sikap korupsi, kolusi, dan nepotisme. Guru juga harus menjunjung tinggi
integritas ilmiah dengan tegas dan adil dalam memberi hukuman ketika ada siswa
yang melakukan pelanggaran tata tertib seperti mencontek saat ujian atau
melakukan plagiat dalam mengerjakan tugas. Memanipulasi data siswa agar
mendapatkan dana bantuan yang lebih besar termasuk tindakan tidak jujur. Terlebih
lagi tidak mengalokasikan dana BOS dengan benar dan menggunakannya hanya untuk
kepentingan pribadi.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Emil_Salim
https://mancode.id/berita/mengintip-profil-tokoh-tiga-zaman-emil-salim/
Komentar
Posting Komentar