MENONGKAH KERANG, BUDAYA MASYARAKAT DUANU DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
I.
MENGENAL SUKU DUANU
Menurut R.J. Wilkinson dalam karangannya "Papers of Malay Subject" mengatakan bahwa suku laut merupakan sisa-sisa proto melayu yang datang ke Nusantara melalui Selat Malaka. Mereka terdesak oleh Deutro Melayu yang datang ke Nusantara tahun 300 Sm. Mereka inilah yang menjadi suku talang mamak dan yang lari ke laut menjadi suku laut. Secara keseluruhan, Suku Duano yang terdapat di Kabupaten Inhil menyebar di beberapa kecamatan di pesisir seperti Tanah Merah, Reteh, Mandah, Kateman, Concong dan Kuindra
Suku Duano merupakan suku dimana penduduknya adalah Orang laut yang tinggal di pesisir laut. mereka sebagian besar berkulit hitam. suku ini disebut suku laut karena ketergantung yang sangat tinggi terhadap laut. Namun, saat ini sudah banyak masyarakat suku laut yang mendirikan rumah di pesisir pantai dan perairan, setelah sebelumnya mereka tinggal di atas perahu. Laut adalah sumber kehidupannya, dimana setiap harinya untuk bisa bertahan hidup mereka harus menelusuri tanah-tahan berlumpur untuk mencari kerang, kupang dan lokan. Aktifitas menongkah merupakan pekerjaan spesifik dari pada Komunitas duanu dan dilakukan secara trasdisional. keberadaan menongkah pada umumnya tidak dapat dipisahkan dengan Keberadaan suku Duanu. Menurut catatan sejarah, keberadaan Orang Laut (Duanu) yang juga termasuk RAS PROTO MALAY (golongan melayu tua) di Riau diperkirakan pada tahun 2500 SM s/d 1500 SM, dan pada masa Kerajaan Melaka - Johor keberadaan Orang Laut (Duanu) sebagai oarang kerahan pada tahun 1511-1528 dengan Rajanya Sultan Mahmudsyah I.
Menurut R.J. Wilkinson dalam karangannya "Papers of Malay Subject" mengatakan bahwa suku laut merupakan sisa-sisa proto melayu yang datang ke Nusantara melalui Selat Malaka. Mereka terdesak oleh Deutro Melayu yang datang ke Nusantara tahun 300 Sm. Mereka inilah yang menjadi suku talang mamak dan yang lari ke laut menjadi suku laut. Secara keseluruhan, Suku Duano yang terdapat di Kabupaten Inhil menyebar di beberapa kecamatan di pesisir seperti Tanah Merah, Reteh, Mandah, Kateman, Concong dan Kuindra
2.MENONGKAH KERANG
Masyarakat Suku Duano (suku laut) memiliki tradisi leluhur
Manongkah yang hingga kini tetap dilestarikan. Tradisi ini terbilang unik dan
langka di Dunia. Menongkah berasal dari kata dasar tongkah. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1999, Jakarta, Tongkah adalah papan
untuk tumpuan (titian) biasanya dipasang ditempat becek atau basah. Oleh
Komunitas Duanu (Orang Laut) Indragiri Hilir – Riau, Tongkah adalah salah satu
alat bantu yang tergolong unik yang digunakan untuk mencari/menangkap kerang
darah (Anadara granosa) atau yang
biasa disebut tiangan dalam dialek
Duanu. Sedangkan aktifitasnya disebut menongkah (Mut tiangan – dalam dialek
Duanu atau Mud Ski atau Ski Lumpur).
Menongkah Kerang adalah teknik suku Duanu dalam menangkap
kerang di padang lumpur. Kegiatan ini adalah dengan menggunakan sebilah papan
sebagai tumpuan sebelah kakinya dan tempat mengumpulkan kerang yang telah
didapatkan. Sementara sebelah kakinya lagi adalah sebagai pengayuh tongkah.
Sebuah Tongkah biasanya terbuat dari belahan kayu Resak atau kayu Meranti yang
diambil di hutan, kemudian mereka oleh sendiri sehingga kayu itu menjadi pipih
yang tebalnya kira-kita 2 cm, panjangnya 75 cm, dan lebarnya 1,5 m. Sedangkan
bagian ujung depan dan belakang sedikit melentik untuk mempermudah bergerak dan
meluncur saat berburu kerang. Selain untuk mencari kerang papan tongkah juga
digunakan unntuk mencari kupang.
Waktu yang digunakan untuk memangkap biota laut ini biasanya
hanya dapat dilakukan sebanyak 20 hari dalam sebulan. Hal ini disebabkan oleh
pergeseran musim pasang surut. Sekali dalam setahun biasanya akan terjadi
pasang dalam atau pasang besar yang mereka sebut pasang tiga puluh, saat pasang ini terjadi, sangat sulit untuk
mencari kerang Karena sulit menentukan air surut. Keberadaan kerang dapat
dideteksi dengan adanya gelembung-gelembung pada air dan lumpur. Waktu yang
biasa diguankan untuk menongkah kerang adalah saat air surut sekiat pukul 04.00-05.00
pagi sampai dengan pukul 14.00.
Sekilas aktivitas Manongkah ini mirip dengan peselancar.
Hanya objek dan teknik yang digunakan jauh berbeda dengan selancar. Saat
mencari kerang di permukaan lumpur, warga Suku Duano bagaikan peselancar
profesional, papan sebagai sebagai alat paling efektif bergerak cepat dilumpur
yang di dayung menggunakan kaki dan tangan sesuai arah dituju. Aktifitas berburu
kerang atau biasa disebut ‘Menongkah Kerang’ ini dilakukan oleh warga
setempat pada saat air Sungai Indragiri Hilir sedang surut. Pada saat itu
hamparan daratan lumpur dengan mudah dilalui menggunakan papan tongkah. Kegiatan
manongkah yang cukup langka ini hanya dapat ditemukan di Per-kampungan Suku
Laut atau juga dikenal dengan Suku Duano.
" Masyarakat Duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tongkahnya. suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari satu pulau ke pulau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan". Ujar Sarpan Firmansyah (Ketua Keluarga Besar Duanu Riau) yang bermukim di kecamatan Tanah Merah Indragiri Hilir.
3. TRADISI MENONGKAH YANG MENJADI BUDAYA
" Masyarakat Duanu itu pada umumnya adalah sebagai nelayan dan mereka adalah nelayan tangkap. Menjaring, merawai, dan menongkah dengan alat tongkahnya. suku Duanu atau Suku Laut termasuk masyarakat yang berpindah-pindah atau nomaden, dari satu tempat ke tempat yang lain. Dari satu pulau ke pulau yang lain, dari satu ceruk ke ceruk yang lain dalam kerangka untuk memenuhi kehidupan mereka sebagai nelayan". Ujar Sarpan Firmansyah (Ketua Keluarga Besar Duanu Riau) yang bermukim di kecamatan Tanah Merah Indragiri Hilir.
3. TRADISI MENONGKAH YANG MENJADI BUDAYA
Pada awalnya kegiatan menongkah
semata-mata hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun kini
tradisi leluhur suku Dunu ini terus dipertahankan. Pemkab Indrgiri Hilir
bersama komunitas Suku Duano
mengadakan helat akbar pelestarian Manongkah yang dikemas kedalam kegiatan
Gerakan Manongkah Massal di Pantai Bidari Desa Tanjung Pasir Kecamatan Tanah
Merah, Kabupaten Indragiri Hilir. Ratusan warga pun turun ke lumpur untuk turut
memeriahkan helat Gerakan Manongkah Massal. Pada tahun 2008 lalu, Manongkah
massal yang dilakukan komunitas Suku Duano mendapat penghargaan Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan
kategori Menongkah massal yang melibatkan lebih dari 500 peserta. Kemudian
berlangsung
dari tanggal 07-09 Juli 2012. Menurut
Ketua Suku Duanu, Sarpan Firmansyah, tradisi Manongkah sudah ada di
perkampungan suku laut. Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Indragiri Hilir sejak
tahun 1685 Dari sinilah berawal munculnya turunan manongkah seperti selancar
atau surfing yang kali pertama di adakan di Hawai pada tahun 1767 dan terus
berkembang ke skateboard pada tahun 1940 di Amerika Serikat. Untuk tetap
mempertahankan tradisi leluhur budaya negeri, komunitas Suku Duanu sudah
bertekad akan mendaftarkan Manongkah sebagai hak kekayaan intelektual suku laut
ke komite dewan warisan dunia dibawah naungan Unisco. Kini Manongkah memiliki
potensi yang luar biasa dalam mengangkat sektor pariwisata di Kabupaten
Indragiri Hilir. Rencananya tradisi budaya Manongkah juga akan dijadikan
kalender even pariwisata andalan Kabupaten Indragiri Hilir Riau.
Setiap tahun, pada
perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya
Idul Adha, atau ketika air Sungai Indragiri tengah surut, lomba menongkah
kerang ini diadakan. Pesertanya tidak lagi kaum dari Suku Duano, tapi sudah diikuti
masyarakat Indragiri Hilir dan wisatawan yang datang. “Kebudayaan menongkah itu merupakan
warisan budaya dunia. Menongkah ini merupakan asli kebudayaan Indragiri
Hilir. Harapan kita kebudayaan menongkah yang kita kemas dalam sebuah event ini
bisa menjadi event wisata tahunan atau masuk didalam kalender wisata tahunan,
baik kabupaten maupun propinsi,” ucapnya.
Namun yang disayangkan Sarpan adalah soal kelestarian
lingkungan di Sungai Indragiri. Kalau dulu, ketika mereka menongkah kerang,
mereka masih bisa mendapatkan kerang saat pasang surut. Namun sekarang, ketika
menongkah kerang tiba, hanya sedikit sekali kerang darat yang bisa terbawa. “Ini
disebabkan, hamparan sungai sudah terganggu oleh alat tangkap aktif. Tanahnya
mengalami degradasi bergelombang-gelombang sehingga ini berpengaruh proses
penangkapan,” tambah Sarpan lagi.
KESIMPULAN
Suku duanu (suku laut) merupakan salah salah satu suku proto
melayu. Suku duanu sangat menggantungkan perekonomian mereka pada hasil laut.
Salah satu mata pencahariannya adalah dengan menongkah kerang. Manongkah kerang
dilakukan saat air laut sedang surut dengan menggunakan papan yang sedikit
melengkung yang disebut papan tongkah. Awalnya menongkah hanya sekedar sarana
untuk mencari nafkah bagi masyarakat suku duanu. Namun, saat ini pemerintah
sudah memberikan perhatian pada kebudaan ini dan menjadikanya sebagai salah
satu budaya yang dapat menarik minat masyarakat sehingga mengagkat sektor
pariwisata Indragiri Hilir
Daftar
Pustaka
Anonim .2005. Atlas (Ensiklopedia) Kebudayaan Melayu Riau. Pekanbaru : Pusat
Penelitian dan kemasyarakatan Universitas Riau.
Rahmah,
Sitti. 2011. Orang Laut di Indragiri
Hilir. Pekanbaru: Yayasan Pustaka Riau.
Tim
Redaksi, 2012. “Menongkah Kerang, Tradisi yang Tak Lekang oleh Zaman . http://gurindam12.co. diakses pada tanggal 15 Maret 2015.
Komentar
Posting Komentar