PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI DALAM PEMERINTAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

       Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah atau tujuan bagi yang menyandangnya.Kehidupan NKRI ini tergantung kepada seberapa besar penghargaan warga Negara terhadap Pancasila, baik dari segi pengkajian dan pengamalan Pancasila itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
         Sebagai tertib hukum tertinggi keberadaan Pancasila tidak dapat diganggu gugat, karena merubah dan mengamandemen Pancasila sama halnya dengan membubarkan NKRI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Memang fakta sejarah membuktikan berkali-kali konstitusi Negara ini diubah-ubah, dimulai dengan keluarnya peraturan pemerintah yang mengganti sistem presidensil dengan system parlementer, hingga ditetapkannya konstitusi RIS yang RI merupakan salah satu Negara bagian saja dari Negara Federal tersebut, sebagai akibat ditandatanganinya perjanjian KMB. Seiring bergulirnya waktu konstitusi RIS pun akhirnya diubah. Dengan diadakannya pemilu 1955, yang salah satu tujuannya adalah memilih anggota konstituante. Dewan Konstituante diberi mandat  untuk menyusun konstitusi baru bagi Negara, namun rencana pembentukan dasar Negara baru itupun gagal, seiring dengan keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959, yang menyatakan kembali ke UUD 1945.Suatu pembuktian bahwa rakyat Indonesia membutuhkan Pancasila untuk merekat persatuan diantara mereka.
         Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal tersebut pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu.  
  

BAB II
PEMBAHASAN

2.1              PENGERTIAN PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI DALAM PEMERINTAHAN
Istilah paradigma sudah dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari & dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut. Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersamaan dengan batang tubuh UUD 1945.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola acuan berpikir; atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah atau tujuan bagi yang menyandangnya. Kehidupan NKRI ini tergantung kepada seberapa besar penghargaan warga Negara terhadap Pancasila, baik dari segi pengkajian dan pengamalan Pancasila itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai tertib hukum tertinggi keberadaan Pancasila tidak dapat diganggu gugat, karena merubah dan mengamandemen Pancasila sama halnya dengan membubarkan NKRI yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Memang fakta sejarah membuktikan berkali-kali konstitusi Negara ini diubah-ubah, dimulai dengan keluarnya peraturan pemerintah yang mengganti sistem presidensil dengan system parlementer, hingga ditetapkannya konstitusi RIS yang RI merupakan salah satu Negara bagian saja dari Negara Federal tersebut, sebagai akibat ditandatanganinya perjanjian KMB. Seiring bergulirnya waktu konstitusi RIS pun akhirnya diubah. Dengan diadakannya pemilu 1955, yang salah satu tujuannya adalah memilih anggota konstituante. Dewan Konstituante diberi mandat  untuk menyusun konstitusi baru bagi Negara, namun rencana pembentukan dasar Negara baru itupun gagal, seiring dengan keluarnya dekrit presiden 5 Juli 1959, yang menyatakan kembali ke UUD 1945.Suatu pembuktian bahwa rakyat Indonesia membutuhkan Pancasila untuk merekat persatuan diantara mereka.
Sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia, pancasila mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik. Karena hal tersebut pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir atau lebih jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah ataun tujuan bagi yang menyandangnya antara lain adalah bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial budaya, bidang hukum, dan bidang kehidupan antar umat beragama di Indonesia.
Di balik berbagai macam kepurukan bangsa indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang dimilikinya yaitu nilai-nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa indonesia sendiri yaitu nilai-nilai pancasila. Reformasi adalah menata kehicupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara dibawah nilai-nilai pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Jadi, reformasi harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa indonesia nilai-nilai pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut.
2.2     GERAKAN REFORMASI
Pelaksanaan GBHN 1998 pada PJP II Pelita ketujuh ini bangsa indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia tenggara sehinnga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Selain itu, pancasila yang seharusnya sebagai sumber nilai dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik.  Terlebih lagi merajalelnya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme pada hamper seluruh instansi serta lembaga pemerintahan, serta penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dikalangan para pejbat dan pelaksana pemerintahan. Para wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat dalam kenyataannya tidak dapat berfungsi secara demokratis. Maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya reformasi disegala bidang diantaranya: bidang pembangunan, politik, ekonomi, dan hukum.
Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna serta pengertian reformasi banyak disalah artikan sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan mengatasnamakan gerakan reformasi,sehingga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu sendiri. Secara harafiah reformasi memiliki makna yaitu suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan  rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
a)      Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
b)      Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu,dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara indonesia.
c)      Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu(dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
d)     Reformasi dilakukan kearah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik.
e)      Refomasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Pancasila sebagai Cita-Cita Reformasi
            Reformasi dalam perspektif pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan baradab, persatuan indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Adapun secara rinci sebagai berikut:
1.     Reformasi yang berketuhanan Yang Maha Esa.
2.     Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab.
3.     Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan.
4.     Visi dasar reformasi harus jelas
Sebagai negara hukum, sistem pemerintahan di Indonesia tidak bisa dipisahkan  dari sistem hukum dan politik. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai pancasila sebagai paradigma reformasi hukum dan reformasi politik.
2.2.1 Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era refomasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan hukum suatu keharusan karena proses reformasi yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa dalam melakukan reformasi tidak mungkin dilakukan secara spekulatif saja melainkan harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam masalah ini nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan dasar cita-cita reformasi.
Pancasila sebagai sumber nilai perubahan hukum
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian yaitu (1) sumber formal hukum adalah sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya undang-undang, permen perda. (2) sumber material hukum adalah suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum. Selain sumber nilai yang terkandung dalam pancasila reformasi dan pembaharuan hukum juga harus bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam wujud aspirasi-aspirasi yang dikehendakinya. Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkatan harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
Pancasila sebagai paradigma reformasi pelaksanaan hukum
Dalam era reformasi pelaksaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu supremasi hukum. Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komutatif , serta keadilan legal.
2.2.2    Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam pancasila maka kedaulatan tertinggi negara ada di tangan rakyat. Oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijak dalam reformasi politik.
Reformasi atas sistem politik
Untuk melakukan reformasi atas sistem politik harus melalui reformasi pada undang-undang yang mengatur sistem politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
  • Susunan keanggotaan MPR
Susunan keanggotaan MPR sebagaimana termuat dalam undang-undang politik no.2/1985 tersebut jelas tidak demokratis dan tidak mencerminkan nilai-nilai pancasila bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat sebagai tertuang dalam semangat UUD 1945.
  • Susunan keanggotaan DPR
Perubahan atas isi keanggotaan DPR tertuang dalam undang-undang no.4 pasal 11 yaitu berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR.
  • Susunan keanggotaan DPRD tingkat I
Reformasi atas undang-undang politik yang mengatur susunan keanggotaan DPRD tingkat I, tertuang dalam undang-undang politik no.4 tahun 1999 yaitu berkaitan dengan tatanan demokrasi pada dasar nilai kedaulatan di tangan rakyat.
  •  Susunan keanggotaan DPRD II
Reformasi atas susunan keanggotaan DPRD II tertuang dalam undang-undang politik no.4 tahun 1999 yaitu berkaitan tentang susunan keanggotaan MPR, DPR, dan DPRD yang benar-benar mencerminkan nilai kerakyatan.
Reformasi Partai Politik
Demi terwujudnya supra struktur politik yang benar-benar demokratis dan spiratif, maka sangat penting untuk dilakukan penataan kembali infrastruktur politik, terutama tentang partai politik. Untuk itu perlu dilakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang partai politik. Pada masa orde baru ketentuan tentang partai politik diatur dalam undang-undang politik yaitu UU No.3 tahun 1975, serta UU No.3 tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya. Dalam undang-undang tersebut ditentukan bahwa partai politik dan golongan karya hanya meliputi tiga macam partai yaitu: partai persatuan pembanguna(PPP), Golongan karya (Golkar), dan partai demokrasi indonesia(PDI).
 Adapun syarat pembentukan partai politik tertuang dalam undang-undang no.2 tahun 1999, pasal 2. Berdasarkan ketentuaan UU tersebut warga negara diberi kebebasan untuk membentuk partai politik, serta diberi kebebasan untuk menentukan asas sebagai ciri serta program masing-masing. Atas ketentuaan UU tersebut, maka bermunculanlah partai politik di era reformasi ini mencapai 114 partai politik. Namun dalam kenyataannya yang memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan umum hanya 48 partai politik. Selain itu pelaksanaan pemilu juga dilakukan perubahan untuk mewujudkan pemilihan umum yang benar-benar demokratis, maka penyelenggara pemilu tersebut berdasarkan ketentuan UU no.3 tahun 1999, bab III pasal 8.
Reformasi atas kehidupan politik
Pancasila sebagai dasar negara, asas kerohaniaan negara, sebagai sumber nilai dan norma negara, suasana kerohanian dari UUD negara dalam implementasinya diperalat sebagai sarana legitimilasi politik penguasa, untuk mempertahankan kekuasaannya. Oleh karen itu, reformasi kehidupan politik harus benar-benar demokratis dilakukan dengan jalan revitalisasi ideoligi pancasila, yaitu dengan mengembalikan pancasila pada kedudukan serta fungsi yang sebenarnya, sebagaimana dikehendaki oleh para pendiri negara yang tertuang dalam UUD 1945. Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam satu kesatuaan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini, dan kehidupan masa yang akan datang. Jadi, dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai pancasila.
Awal keberhaasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan ditandi dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden B.J. Habibie menggantkan kedudukan presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahn Habibie inilah yng merupakan pemerintah transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama pengubahan 5 paket UU. Politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyngkut perlindungan hukumsehingga perlu diwujudkan UU Anti Monopoli, UU Persaingan Sehat, UU Kepailitan, UU Usaha Kecil, UU Bank Sentral, UU Perlindungan Konsumen, UU Perlipndungan Buruh. Dengan demikian reformasi harus dikuti juga dengan reformasi hukum bersama aparat penegaknya serta reformasi berbagai instansi pemerintah.
BAB III
PENUTUP

3.1       KESIMPULAN
Pancasila sebagai paradigma mempunyai kaitan yang erat dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena Pancasila mempunyai peran yang sangat penting dalam berbagai bidang pemerintahan seperti dalam bidang hukum dan politik.
Pancasila sebagai paradigma reformasi dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai acuan setiap warga negara utamanya para penyelenggara negara dan pemerintahan dalam menentukan kebijakan, melaksanakan kegiatan dan mengadakan evaluasi hasilnya serta dalam menghadapi berbagai dinamika perubahan.
Secara umum Pancasila merupakan dasar cita-cita reformasi di bidang hukum, politik, ekonomi dan bidang pendidikan tidak mungkin dilakukan dengan pemikiran secara teori namun haruslah mendasar dan memiliki landasan yang mana bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan hakikat manusia sebagai makhluk sosial dan individu, masyarakat dalam pergaulannya berbangsa dan bernegara harus melaksanakan hak dan kewajiban sesuai tugas dan fungsinya. Maka diperlukan aturan yang menjadi acuan dalam bertingkah laku yaitu Pancasila.

3.2        SARAN
Kepada pembaca diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai peranan dan makna Pancasila sebagai paradigma reformasi dalam pemerintahan dan kepada rakyat Indonesia diharapkan bisa menerapkan nilai-nilai pancasila dalam melakukan gerakan Reformasi di bidang hukum, politik,budaya dan Ekonomi serta Pendidikan. Selain itu dapat memaknai pancasila sebagai paradigma kehidupan manusia. Dalam hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, Pancasila harus mewarnai setiap gerak langkah, sikap dan perilaku kita. Sebagai landasan hidup pancasila harus dipahami  dan diimplementasikan secara mendalam, menyeluruh, dan kontekstual, tidak hanya sebagai hal yang harus kita ketahui semasa kita bersekolah.


REFERENSI

 

Djanarko, Indri. 2014. “Pancasila sebagai Paradigma Reformasi”. Http://indridjnarko.dosen. narotama.ac.id/. Diakses 13 Desember 2014.
Juliana, Intan. 2014. “Pancasila sebagai Paradigma Reformasi”. Http://intanjulianaa. wordpress. com/2014/11/24/pancasila-sebagai-paradigma-reformasi/. Diakses 13 Desember 2014.




Komentar

  1. hay... nama saya try.. salam kenal.,
    artikelnya sangat bermanfaat... kalau ada waktu jangan lupa mampir di Tugas dan Materi Kuliah dan baca juga Makalah Pancasila Sebagai Paradigma..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer