CERPEN

ASSALAMUALAIKUM WR.WB.  Ini cerpen yang aku ikutkan dalam acara PEFSI GOT TALENT beberapa hari yang lalu. Monggo dibaca, jelek tak apa, kan masih pemula :D

SEBUAH CERPEN

“Cerpen karanganmu lumayan bagus Tesa, jadi ibu mau cerpen kamu dikirim untuk lomba cerpen tingkat sekolah dasar yang akan dikirim dua hari lagi”. Aku tersentak mendengar perkataan bu Anita, bukan karena senang dan bangga tapi karena takut. Pikiranku kacau, tak mungkin cerpenku dikirim untuk lomba. Tak mungkin!

***

Petang sudah berganti malam, tapi sejak tadi sore aku tak juga bisa menyelesaikan tugas mengarangku. Jangankan untuk menulis satu paragraph, satu kalimatpun belum terpikir sama sekali. Kertasku bener-benar kosong. Aku sudah mencoba mengerahkan segala kemampuan, tapi tetap tidak bisa. Semua ide yang biasanya tumpah ruah dikepala, entah kenapa hari ini hilang begitu saja. Aku kesal, sangat malah.


Senang menunda-nunda pekerjaan. Nah! Itu dia pangkal masalahnya. Sebenarnya, tugas mengarang ini sudah diberikan oleh bu Anita seminggu yang lalu. Tapi tak kunjung kukerjakan karena kupikir ini pekerjaan mudah. Biasanya aku bisa menulis banyak artikel dan kuposting di blog pribadiku. Pokoknya mudah. Rupanya kali ini aku kena batunya, tuah dari kesombongan sendiri.

”Aku ini binatang jalang.. dari kumpulan yang terbuanggg!!” Aagghh, suara cempreng Awan, adikku terdengar lagi. Sedari tadi dia mencoba membaca puisi Aku dengan suara dan intonasi yang  tak akan bisa ditolerir oleh telinga siapapun. Bertambah lagi tingkat kekesalanku. Kuteriaki dia “Wan, kalo baca puisinya jangan keras-keras, kakak hilang konsentrasi ni”. Bukannya mengecilkan volume suaranya, dia malah makin semangat berteriak. Aku menghela napas dalam, mencoba untuk menulis lagi karanganku. Ideku samar-samar datang, tapi baru satu kalimat terselesaikan aku terdiam lagi. Ideku hilang lagi. Kali ini bukan karena suara cempeng adikku  melainkan suara cekikikan kakakku yang sedang nonton tv di ruang keluarga. Aku langsung keluar kamar, mencak-mencak pada kakak karena sudah mengganggu konsentrasiku. Kakakku hanya mengalihkan pandangannya 5 detik dari TV dan kembali asyik menonton sinetron vampir--vampiran yang tak jelas itu.

Kembali kekamar, tiba-tiba aku dapat ide bagus. Kuhidupkan laptopku dan kuketikkan kalimat “KUMPULAN CERPEN” pada mesin pencari. Tak perlu waktu lama aku sudah punya banyak pilihan cerpen untuk kujadikan tugas mengarangku. Tapi aku sedikit takut, bisa bahaya kalau sampai ketahuan bu Anita. Guruku ini sangat tidak suka dengan yang namanya nyontek , njiplak, plagiat dan hal-hal serupa . Tapi jika tidak kukerjakan nilai mengarangku akan kosong. Setelah bimbang sesaat, akhirnya kuputuskan untuk mencari cerpen dalam bahasa inggris dan kualihbahasakan. Bu Anita tak akan tahu, batinku.

Keesokan harinya, dengan takut-takut kukumpulkan tugas mengarangku. Aku tak berharap terlalu banyak dengan nilaiku. Aku sadar tak mengerjakannya dengan baik. Bukan, aku malah tak mengerjakannya sama sekali. Bu Anita tersenyum membaca karanganku. Sejauh ini masih baik-baik aja. 

Jam istirahat bu Anita memanggilku keruangannya. Aku kembali takut, kalau-kalau kecuranganku ketahuan. Dengan ramah bu Anita menyuruhku duduk. Tanganku sontak menjadi dingin, kurasakan keringat mengalir deras keluar dari pori-pori kulitku. Bu Anita bilang kalau akan cerpenku untuk lomba cerpen tingkat sekolah dasar. Hufft ternyata kecuranganku tidak ketahuan. Tapi, masalah baru muncul, tak mungkin cerpen –yang bukan- karanganku akan diikut sertakan dalam lomba. Panitianya tentu akan tahu.

Tampaknya bu Anita menyadari keanehan ekspresiku. “ Kenapa Tesa, kamu mau kan ikut lomba itu?” Aku masih saja diam, bingung mau jawab apa. Haruskah aku jujur atau mengiyakan keinginan bu Anita. Kalau aku nekad mengirim karangan yang nyata-nyata karya orang lain, tentu sekolah kami akan didiskualifikasi. Membuat malu bu Anita sebagai guru bahasaku, juga mencoreng nama sekolahku.

Akhirnya dengan suara bergetar kuakui kesalahanku. Bu Anita menghela napas dalam “ Kan sudah ibu tekankan, seburuk apapun karyamu jangan pernah menjiplak karya orang lain. Ibu tak menyangka kamu melakukan hal yang tidak terpuji ini. Karena ibu tau kamu punya bakat dalam menulis”. Aku hanya diam, menyadari kesalahku “Satu lagi Tesa, jangan suka menunda-nunda pekerjaan, mungkin kalau kamu mengerjakan tugasmu lebih awal, cerpenmu mungkin selesai dengan baik. Ibu akan tetap mengikutsertakan kamu dalam lomba. Ibu beri kamu waktu sampai besok, dan ibu harap kamu bisa mengerjakannya dengan baik”. Aku lega, ternyata bu Anita tidak marah padaku. Malah, aku diberi kesempatan untuk ikut lomba mengarang cerpen itu.

Aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Segera kutulis cerpenku. Kali ini bukan dari hasill jiplakan, murni karanganku sendiri. Aku berharap tulisanku layak untuk dibaca dan ada yang mau menyelesaikan membacanya. Dan tenyata kalianlah orangnya. Bagaimana sudah layak disebut cerpen belum? Tak terlalu buruk kan? J






Komentar

Postingan Populer